Perkembangan Kerajaan Hindu-Budha di Indonesia
Kerajaan Kutai![300px-Prasasti-Yupa02](https://history1978.files.wordpress.com/2013/07/300px-prasasti-yupa02.jpg?w=295&h=300)
![300px-Prasasti-Yupa02](https://history1978.files.wordpress.com/2013/07/300px-prasasti-yupa02.jpg?w=295&h=300)
Kerajaan tertua bercorak Hindu di
Indonesia adalah kerajaan Kutai. Kerajaan ini terletak di Kalimantan,
tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diambil dari nama tempat
ditemukannya prasasti yang menggambarkan kerajaan tersebut. Tujuh buah
yupa merupakan sumber utama bagi para ahli untuk menginterpretasikan
sejarah Kerajaan Kutai. Dari salah satu yupa tersebut, diketahui bahwa
raja yang memerintah Kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman.
Mulawarman adalah anak Aswawarman dan
cucu Kudungga, Nama Mulawarman dan Aswawarman sangat kental dengan
pengaruh bahasa Sansekerta. Putra Kudungga, Aswawarman, kemungkinan
adalah raja pertama kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia juga
diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar
Wangsakerta, yang artinya pembentuk Keluarga.
Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari
yupa, diketahui bahwa pada masa pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai
mengalami masa keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hamper seluruh
wilayah Kalimantan Timur. Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur.
*Kerajaan Tarumanegara
Sumber
sejarah Kerajaan Tarumanegara diperoleh dari prasasti-prasasti yang
berhasil ditemukan. Namun, tulisan pada beberapa prasati, seperti pada
Prasati Muara Cianten dan Prasasti Pasir Awi sampai saat ini belum dapat
diartikan. Banyak informasi berhasil diperoleh dari tulisan pada kelima
prasasti lainnya, terutama Prasasti Tugu yang merupakan prasasti
terpanjang, Tujuh prasasti dari kerajaan Tarumanegara adalah: Prasasti
Ciaruteun, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Muara Cianten,
Prasasti Tugu, Prasasti Pasir Awi, dan Prasasti Munjul.
Sumber sejarah penting lain yang dapat
menjadi bukti keberadaan kerajaan Tarumanegara adalah catatan sejarah
pengelana Cina. Catatan sejarah pengelana Cina yang menyebutkan
keberadaan Kerajaan Tarumanegara adalah catatan perjalanan pendeta Cina
Fa-Hsein, pada tahun414 dan catatan kerajaan Dinasti Sui dan Dinasti
Tang. Dari salah satu prasasti, yakniPrasati Ciaruteun yang ditemukan di
Desa Ciampea, Bogor, diketahui bahwa Purnawarman dikenal sebagai raja
yang gagah berani. Data sejarah yang lebih jelas, terdapat pada Prasasti
Tugu. Pada prasasti yang panjang ini, dikatakan bahwa pada tahun
pemerintahannya yang ke-22, Purnawarman telah menggali Sungai Gomati.
Dari prasati tersebut, dapat disimpulkan bahwa Purnawarman memerintah
dalam waktu yang cukup lama.
* Kerajaan Melayu
Kerajaan-kerajaan Buddha di Sumatra
muncul pada sekitar abad ke-6 dan ke-7. Sejarah mencatat ada dua
kerajaan bercorak Buddha di Sumatra, yaitu Kerajaan Melayu dan Kerajaan
Sriwijaya. Nama kerajaan Sriwijaya selanjutnya mendominasi hamper
seluruh informasi tentang kerajaan dari Sumatra pada abad ke -7 hingga
ke-11. Kerajaan Melayu merupakan salah satu kerajaan tertua di
Indonesia. Berdasarkan bukti-bukti sejarah yang bias ditemukan, Kerajaan
Melayu diperkirakan berpusat di daerah Jambi, tepatnya di tepi alur
Sungai Batanghari. Di sepanjang alur Sungai Batanghari ditemukan banyak
peninggalan berupa candi dan arca.
Sumber sejarah lain yang dapat
dipergunakan sebagai petunjuk keberadaan Kerajaan Melayu adalah catatan
dari seorang pengelana dari Cina yang bernama I-Tsing
(671-695). Ia menyebutkan bahwa pada abad ke-7 terdapat sebuah kerajaan
bernama Kerajaan Melayu yang secara politik dimasukkan ke dalam wilayah
kekuasaan Kerajaan Sriwijaya. Dari cerita I-Tsing, diketahui bahwa
Kerajaan Melayu terletak ke dalam Selat Malaka yang merupakan jalur
perdagangan terdekat antara India dan Cina. Menurut Kitab
Negarakertagama, pada tahun 1275, Raja Kertanegara dari kerajaan di Jawa
mengadakan ekspedisi penaklukan ke Sumatra. Ekspedisi tersebut disebut
ekspedisi Pamalayu.
Setelah cukup lama di bawah kekuasaan
Sriwijaya, Kerajaan Melayu muncul kembali sebagai pusat kekuasaan di
Sumatra. Pada abad 17, adityawarman, putra Adwayawarman memerintah
Kerajaan Melayu. Adityawarman memerintah hingga tahun 1375. Kemudian,
digantikan oleh anaknya Anangwarman.
* Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan Sriwijaya yang muncul pada abad
ke-6, pada mulanya berpusat di sekitar Sungai Batanghari, pantai timur
Sumatra. Pada perkembangannya, wilayah kerajaan Sriwijaya meluas hingga
meliputi wilayah Kerajaan Melayu, Semenanjung Malaya, dan Sunda (kini
wilayah Jawa Barat).
Catatan mengenai kerajaan-kerajaan di Sumatra didapat dari seorang
pendeta Buddha bernama I-Tsing yang pernah tinggal di Sriwijaya antara
tahun 685-689 M. Pada tahun 692, ketika I-Tsing, bias disimpilkan bahwa
Sriwijaya telah menaklukan dan menguasai kerajaan-kerajaan disekitarnya.
Dari Prasasti Kedukan Bukit (683), dapat
diketahui bahwa Raja Dapunta Hyang berhasil memperluas wilayah
kekuasaannya dengan menaklukan daerah Minangatamwan, Jambi. Daerah Jambi
sebelumnya adalah wilayah kerajaan Melayu. Daerah itu merupakan wilayah
taklukan pertama Kerajaan Sriwijaya. Dengan dikuasainya wilayah Jambi,
Kerajaan Sriwijaya memulai peranannya sebagai kerajaan maritim dan
perdagangan yang kuat dan berpengaruh di Selat Malaka. Ekspansi wilayah
Kerajaan Sriwijaya pada abad ke-7 menuju ke arah selatan dan meliputi
daerah perdagangan Jawa di Selat Sunda.
Kerajaan Sriwijaya mengalami kejayaan
pada masa pemerintahan Raja Balaputradewa. Pada masa itu, kegiatan
perdagangan luar negeri ditunjang juga dengan penaklukan wilayah-wilayah
sekitar. Sepanjang abad ke-8, wilayah Kerajaan Sriwijaya meluas kea rah
utara dengan menguasai Semenanjung Malaya dan daerah perdagangan di
Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Sejarah tentang Raja Balaputradewa
dimuat dalam dua prasasti, yaitu Prasasti Nalanda dan Prasasti Ligor.
Raja kerajaan Sriwijaya yang terakhir
adalah Sri Sanggrama Wijayatunggawarman. Pada masa pemerintahan Sri
Sanggrama Wijayatunggawarman, hubungan Kerajaan Sriwijaya dan kerajaan
Chola dari India yang semula sangat erat mulai renggang. Hal itu
disebabkan oleh seranggan yang dilancarkan Kerajaan Chola di bawah
pimpinan Rajendracoladewa atas wilayah Sriwijaya di semenanjung Malaya.
Serangan-serangan tersebut menyebabkan kemunduran kerajaan Sriwijaya.
* Kerajaan Mataram Kuno
Di wilayah Jawa Tengah, pada sekitar abad
ke-8, perkembangan sebuah Kerajaan Mataram Kuno. Pusat pemerintahan
Kerajaan Mataram Kuno disebut Bhumi Mataram yang terletak di pedalaman
Jawa Tengah. Daerah tersebut memiliki banyak pegunungan dan sungai
seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, dan Bengawan Solo. Pusat
pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno juga sempat berpindah ke Jawa Timur. Perpindahan Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur disebabkan oleh dua hal.
1. Selama abad ke-7 sampai ke-9, terjadi
serangan-serangan dari Sriwijawa ke Kerajaan Mataram Kuno. Besarnya
pengaruh Kerajaan Sriwijaya itu menyebabkan Kerajaan Mataram Kuno
semakin terdesak ke wilayah timur.
2. Terjadinya Letusan Gunung Merapi
yang dianggap sebagai tanda pralaya atau kehancuran dunia. Kemudian,
letak kerajaan di Jawa Tengah dianggap tidak layak lagi untuk ditempati.
Dinasti Sanjaya
Prasasti Canggal yang ditemukan di
halaman Candi Gunung Wukir memberikan gambaran yang cukup jelas tentang
kehidupan politik Kerajaan Mataram Kuno. Prasasti ini bertuliskan
tahun654 Saka atau 732, ditulis dengan huruf Palawa yang menggunakan
bahasa Sansekerta. Kerajaan Mataram Kuno didirikan oleh Raja Sanna. Raja
Sanna kemudian digantikan oleh keponakannya Sanjaya. Masa pemerintahan
Sanna dan Sanjaya dapat kita ketahui dari deskripsi kitab Carita
Parahyangan. Dalam prasasti lain, yaitu Prasasti Balitung, Raja Sanjaya
dianggap sebagai pendiri Dinasti Sanjaya, penguasa Mataram Kuno.
Sanjaya dinobatkan sebagai raja pada
tahun 717 dengan gelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Kedududkan
Sanjaya sangat kuat dan berhasil menyejahterakan rakyat Kerajaan Mataram
Kuno. Sanjaya menyebarkan pengaruh Hindu di pulau Jawa. Hal ini
ditempuh dengan cara mengundang pendeta-pendeta Hindu untuk mengajar di
Kerajaan Mataram Kuno. Raja Sanjaya juga mulai pembangunan kuil-kuil
pemujaan berbentuk candi. Stelah Raja Sanjaya meninggal, Kerajaan
Mataram Kuno diperintah oleh putranya yang bernama Rakai Panangkaran.
Raja Rakai Panangkaran banyak mendirikan
candi, seperti Candi Sewu, Candi Plaosan dan Candi Kalasan. Dari
bukti-bukti tersebut, diketahui bahwa Raja Rakai Panangkaran beragama
Buddha. Raja Mataram Kuno setelah Rakai Panangkaran berturut-turut
adalah Rakai Warak dan Rakai Garung. Raja Mataram Kuno selanjutnya
adalah Rakai Pikatan. Persaingan dengan Dinasti Syilendra yang waktu itu
diperintahkan oleh Raja Samaratungga dianggap menghalangi cita-citanya
untuk menjadi Penguasa tunggal di Pulau Jawa.
Pada abad ke-9 terjadi penggabungan kedua
dinasti tersebut melalui pernikahan politik antara Rakai Pikatan dari
keluarga Sanjaya dengan Pramodawardhani (Putri Raja Samaratungga), dari
keluarga Syailendra. Namun, perkawinan antara Rakai Pikatan dengan
Pramodawardhani tidak berjalan lancer. Setelah Samaratungga wafat,
Kekuasaan beralih kepada Balaputradewa yang merupakan adik tiri dari
Pramodawardhani. Menurut beberapa Prasasti, seperti Prasasti Ratu Boko
(856), menunjukkan telah terjadinya perang saudara antara Rakai Pikatan
dengan Balaputradewa.
Balaputradewa mengalami kekalahan dan
melarikan diri ke Swarnadwipa(Sumatra). Ia kemudian berkuasa sebagai
raja, mengantikan kakeknya di kerajaan Sriwijaya. Hal ini dapat dapat
diketahu dari Prasasti Nalanda (India), yang menyatakan bahwa Raja
Deewapaladewa dari Bengala menghadiahkan sebidang tanah kepada Raja
Balaputradewa dari Swarnadwipa untuk membagun sebuah biara.
Setelah Balaputradewa dikalahkan, wilayah
Kerajaan Mataram Kuno menjadi semakin luas kearah selatan (sekarang
yogyakarta). Daerah ini dahulunya adalah wilayah Dinasti Syailendra.
Rakai Pikatan mengusahakan agar rakyat dinasti Sanjaya dan Syailndra
dapat hidup rukun. Pada masa ini, dibangun kuil pemujaan berbentuk
candi, Seperti Candi Prambanan. Menurut Prasasti Siwagraha, Rakai
Pikatan dan raja-raja Mataram Kuno berikutnya masih tetap menganut agama
Hindu Siwa.
Berdasarkan Prasasti Balitung, setelah
Rakai Pikatan wafat, kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Rakai
Kayuwangi dibantu oleh sebuah dewan penasehat yang juga jd pelaksana
pemerintahan. Dewan yang terdiri atas lima patih yang dipimpin oleh
seorang mahapatih ini sangat penting perananya. Raja Mataram selanjutnya
adalah Rakai Watuhumalang. Raja Mataram Kuno yang diketahui kemudian
adalah Dyah Balitung yang bergelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah
Balitung Dharmodaya Maha Dambhu adalah Raja Mataram Kuno yang sngat
terkenal. Raja Balitung berhasil menyatukan kembali Kerajaan Mataram
Kuno dari ancaman perpecahan.
Dimasa pemerintahannya, Raja Balitung
menyempurnakan struktur pemerintahan dengan menambah susunan hierarki.
Bawahan Raja Mataram terdiri atas tiga pejabat penting, yaitu Rakryan I
Hino sebagai tangan kanan raja yang didampingi oleh dua pejabat lainnya.
Rakryan I Halu,dan Rakryan I Sirikan Struktur tiga pejabat itu menjadi
warisan yang terus digunakan oleh kerajaan-kerajaan Hindu berikutnya,
seperti Kerajaan Singasari dan Majapahit.
Selain struktur pemerintahan baru, Raja
Balitung juga menulis Prasasti Balitung. Prasasti yang juga dikenal
sebagai Prasasti Mantyasih ini adalah prasasti pertama di Kerajaan
Mataram Kuno yang memuat silsilah pemerintahan Dinasti Sanjaya di
Kerajaan Mataram Kuno. Setelah Raja Balitung wafat pada tahun 910,
Kerajaan Mataram Kuno masih mengalami pemerintahan tiga raja sebelum
akhirnya pusat kerajaan pindah ke Jawa Timur. Sri Maharaja Daksa, yang
pada masa pemerintahan Raja Balitung menjabat Rakryan i Hino, tidak lama
memerintah Kerajaan Mataram Kuno. Penggantinya, Sri Maharaja Tulodhong
juga mengalami nasib serupa.
Dibawah pimpinan Sri Maharaja Rakai Wawa.
Kerajaan Mataram Kuno dilanda kekacauan dari dalam, yang membuat kacau
ibu kota. Sementara itu, kekuatan ekonomi dan politik Kerajaan Sriwijaya
makin mendesak kedudukan Mataram di Jawa. Pada masa itu, wilayah
kerajaan mataram kuno juga dilanda oleh bencana letusan Gunung Merapi
yang sangat membahayakan ibu kota kerajaan. Seluruh masalah ini tidak
dapat diselesaikan oleh Rakai Wawa. Ia wafat secara mendadak.
Kedudukannya kemudian digantikan oleh Mpu Sindok yang waktu itu menjadi
Rakryan i Hino.
Dinasti Syailendra
Dinasti Syailendra berkuasa didaerah
Begelan dan Yogyakarta pada pertengahan abad ke-8. Beberapa sumber
sejarah tentang Dinasti Syailendra yang berhasil ditemukan, antara lain
prasasti Kalasan, Kelurak, Ratu Boko, dan Nalanda. Prasasti Kalasan
(778), menyebutkan nama Rakai Panangkaran yang diperintahkan oleh Raja
Wisnu, penguasa Dinasti Syailendra, untuk mendirikan sebuah bangunan
suci bagi Dewi Tara dan sebuah vihara bagi para pendeta. Rakai
Panangkaran kemudian memberikan Desa Kalasan kepada Sanggha Buddha.
Prasasti Ratu Boko (856), menyebutkan Raja Balaputradewa kalah dalam
perang saudara melawan kakaknya, yaitu Pramodhawardani. Kemudian, ia
melarikan diri ke Kerajaan Sriwijaya. Prasasti Nalanda (860),
menyebutkan asal usul Raja Balaputradewa. Disebutkan bahwa Raja
Balaputradewa adalah putra dari Raja Samaratungga dan cucu dari Raja
Indra.
Pada abad ke-8, Dinasti Sanjaya yang
memerintah KerajaanMataram Kuno mulai terdesak oleh dinasti Syailendra.
Hal itu kita ketahui dari prasasti Kalasan yang menyebutkan bahwa Rakai
Panangkaran dari keluarga Sanjaya diperintah oleh Raja Wisnu untuk
mendirikan Candi Kalasan, sebuah candi Buddha. Dinasti Syailendra muncul
dalam sejarah Kerajaan Mataram Kuno tidak lebih dari satu abad.
Pengaruh Dinasti Syailendra terhadap kerajaan Sriwijaya juga semakin
kuat karena Raja Indra menjalankan strategi perkawinan politik. Raja
Indra mengawinkan putranya yang bernama Samaratungga dengan salah
seorang putri Raja Sriwijaya.
Pengganti Raja Indra adalah Raja
Samaratungga. Pada masa kekuasaannya, dibangun Candi Borobudur. Namun,
sebelum Candi tersebut selesai dibangun, Raja Samaratungga meninggal
dunia, dalam sebuah perang saudara. Balaputradewa kemudian melarikan
diri ke Kerajaan Sriwijaya dan menjadi raja disana.
* Kerajaan Medang Kemulan
Kerajaan Medang kemulan diperkirakan
terletak di Jawa Timur, tepatnya di muara Sungai Brantas. Ibu kota
Medang Kemulan adalah Watan Mas. Kerajaan ini didirikan oleh Mpu Sindok,
setelah ia memindahkan pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno dari
Jawa Tengah ke Jawa Timur. Pada awalnya, wilayah kekuasaan Kerajaan
Medang Kemulan mencakup daerah Nganjuk, Pasuruan, Surabaya, dan Malang.
Prasasti yang menyebutkan keberadaan
Kerajaan Medang Kemulan, antara lain adalah Prasasti Mpu Sindok dan
Prasasti Kalkuta. Prasasti Mpu Sindok ditemukan di Tangeran, Bangil, dan
Nganjuk. Prasasti bertahun 933 yang ditemukan di Tangeran, Jombang,
menyebutkan bahwa Raja Mpu Sindok memerintah Kerajaan Medang Kemulan
bersama permaisurinya Sri Wardhani Mpu Kebi. Selain Prasasti Mpu Sindok,
sumber sejarah yang lain adalah Prasasti Kalkuta.
Prasasti bertahun 951 M ini berasal dari
Raja Airlangga yang menyebutkan silsilah keturunan raja-raja dari Raja
Mpu Sindok. Dari beberapa sumber yang ditemukan, diketahui bahwa sebelum
menjadi raja, Mpu Sindok pernah memangku jabatan sebagai Rakai Halu dan
Rakai Mapatih i Hino pada kerajaan Mataram. Mpu Sindok memerintah
Kerajaan Medang Kemulan dari tahun 929 hingga 948. Mpu Sindok memerintah
bersama permaisuri yang bernama Mpu Kebi, yang bergelar Sri Prameswari
Wardhani Mpu Kebi. Nama permaisuri Mpu Kebi atau Dyah kebi ini dapat
ditemukan dalam Prasasti Cunggrang dan Prasasti Geweg.
Dari Prasasti Pucangan, kita memperoleh
keterangan tentang para pengganti Mpu Sindok. Pengganti Mpu Sindok yang
terkenal adalah Sri Dharmawangsa dengan gelar Teguh
Anantawikramattanggadewa. Dari prasasti ini di ketahui bahwa pada tahun
1016 Kerajaan Medang Kemulan diserang oleh Kerajaan Wurawari dan Waram.
Pulau Jawa digambarkan mengalami sebuah pralaya (tragedy) yang
menyebabkan banyak orang yang meninggal, termasuk Sri Maharaja
Dharmawangsa. Dalam peristiwa itu, Airlangga (menantu Dharmawangsa)
berhasil melarikan diri ke hutan Wonogiri bersama pengawalnya,
Narottama. Mereka hidup bersama dengan para pertapa selama hamper dua
tahun sampai akhirnya Airlangga berhasil menguasasi Kerajaan Medang
Kemulan kembali pada tahun 1019.
Pada tahun 1029, Airlangga berhasil
mengalahkan Raja Wishnupraba dari Waratan. Setahun Kemudian, Raja
Wengker berhasil ditaklukannya. Akhirnya, pada tahun 1032, Raja Wurawari
yang dulu menghancurkan Dharmawangsa berhasil dikalahkan. Setelah
musuh-musuhnys dikalahkan, Airlangga mulai menata negaranya. Ia dibantu
oleh Narottama yang diberi gelar Rakryan Kanuruhan. Airlangga kemudian
mengangkat putrinya yang bernama Sanggraman Wijayatunggadewi menjadi
Rakryan Mahamantri i Hino untuk menjadi raja. Namun, rupanya sang putrid
tidak berambisi menjadi raja dan memilih menjadi pertapa.
Dengan mundurnya putri mahkota, pada
tahun 1044, Airlangga memutuskan untuk membagi kerajaan menjadi dua.
Kedua kerajaan ini masing-masing dipimpin oleh dua putranya. Hal itu
dilakukan Raja Airlangga untuk mencegah terjadinya perang saudara.
Dengan bantuan seorang Brahmana bernama Mpu Bharada, Kerajaan Medang
Kemulan dibagi dua. Kerajan Jenggala (yang berarti hutan) dan Kerajaan
Panjalu (Kediri). Jenggala beribu kota di Kahuripan dan Panjalu
beribukota di Daha.
* Kerajaan Kediri
Raja Sri Jayawarsha merupakan raja
pertama Kerajaan Kediri. Raja yang bergelar Sri Jayawarsha Digjaya
Shastra Prabhu ini mengaku dirinya sebagai titisan Dewa Wisnu seperti
Airlangga. Raja kerajaan kediri selanjutnya adalah Bameswara. Bameswara
bergelar Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Kameshwara
Sakalabhuwanatushtikarana Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama
Digjayatunggadewa. Dalam kitab Kakawin Smaradahana, karangan Mpu
Dharmaja, diceritakan bahwa Raja Bameswara adalah keturunan pendiri
Dinasti Isyana yang menikah dengan Chandra Kirana, putrid Jayabhaya.
Jayabhaya bergelar Sri Maharaja Sri
Warmmeswara Madhusudanawataranindita Suhrtsingha Parkrama
Digjayotunggadewa Jayabhayalanchana. Pada masa pemerintahan Jayabhaya,
terjadi perang saudara ini diabadikan dalam bentuk Kakawin Bharatayuddha
yang ditulis oleh Mpu Sedah dan Mpu Punuluh. Jayabhaya berhasil
memenangkan perang saudara tersebut sehingga wilayah Kediri berhasil
disatukan lagi dengan wilayah Jenggala. Peristiwa kemenangan ini
diabadikan dalam Prasasti Ngantang. Pengganti Jayabhaya yaitu Sarweswara
dari Aryyeswara, tidak banyak diketahui. Raja berikutnya adalah Gandra.
Pada masa pemerintahannya, Gandra menyempurnakan struktur pemerintahan
yang diwariskan Kerajaan Medang Kamulan.
Para pejabat diberi gelar tertentu dengan
nama-nama hewan, seperti Gajah atau Kebo. Penggunaan nama-nama tersebut
menjadi tanda pengenal kepangkatan tertentu di Kerajaan Kediri. Setelah
Gandra, pemerintahan Kerajaan Kediri dipimpin oleh Raja Kameshwara.
Pemerintahan Kameshwara ditandai dengan pesatnya hasil karya sastra
Jawa. Pada masa pemerintahannya, cerita-cerita panji atau kepehlawanan
banyak dihasilkan seperti juga bentu cerita kakawin.
Raja kerajaan Kediri berikutnya adalah
Kertajaya atau Srengga. Pada masa pemerintahannya, Kediri mulai
mengalami masalah dan ketidakstabilan. Hal ini karena Kertajaya berusaha
membatasi dan mengurangi hak istimewa para kaum Brahmana saat itu, di
daerah Tumapel (sekarang Malang) muncul kekuatan baru di bawah pimpinan
Ken Arok. Perlahan-lahan, terjadi arus pelarian para Brahmana dari
wilayah Kediri menuju Tumampel. Kertajaya menyikapi arus pelarian ini
dengan mengerahkan tentara Kerajaan Kediri untuk menyerbu Tumapel.
Perang antara pasukan Kertajaya dan Ken
Arok terjadi di Ganter (1222). Pasukan Ken Arok berhasil menghancurkan
kekuasaan pasukan Kertajaya dan dengan sendirinya mengakhiri kekuasaan
Kerajaan Kediri.
* Kerajaan Singasari
Sumber sejarah tentang Kerajaan Singasari
di Jawa Timur adalah kitab-kitab kuno, seperti Pararaton (Kitab
Raja-Raja) dan Negarakertagama. Kedua kitab itu berisis sejarah
raja-raja. Kerajaan Singasari dan majapahit yang saling berhubungan
erat. Ketika Ken Arok berkuasa di Tumapel, di Kerajaan Kediri
berlangsung perselisihan antara Raja Kertajaya dengan para Brahmana.
Para Brahmana tersebut melarikan diri ke Tumapel. Namun, dalam
pertempuran di Ganter, ia mengalami kekalahan dan meninggal. Kemudian,
Ken Arok menyatukan Kerajaan Kediri dan Tumapel, serta mendirikan
Kerajaan Singasari. Ia bergelar Sri Rangga Rajasa (Rajasawangsa) atau
Girindrawangsa di Jawa Timur.
Dari istri yang pertamanya yang bernama
Ken Umang, Ken Arok mempunyai empat orang anak, yaitu Panji Tohjaya,
Panji Sudhatu, Panji Wregola, dan Dewi Rambi. Dari perkawinannya dengan
Ken Dedes, Ken Arok mempunyai empat orang anak, yaitu Mahisa Wong
ateleng, Panji Sabrang, Agni Bhaya, dan Dewi Rimbu. Ken Arok juga
memiliki seorang anak tiri, yaitu Anusapati yang merupakan anak Tunggal
Tunggul ametung dan Ken Dedes. Tunggul Ametung adalah Bupati Tumapel
yang dibunuh Ken Arok.
Pada tahun1227, masa pemerintahan Ken
Arok berakhir ketika ia dibunuh oleh anak tirinya Anusapati, sebagai
balas dendam terhadap kematian Ayahnya. Diceritakan bahwa Ken Arok
dibunuh dengan menggunakan keris Mpu Gandring yang di pakai untuk
membunuh Tunggul Ametung. Kemudian Ken Arok dimakamkan di Kagenengan
(sebelah selatan Singasari). Setelah Ken Arok wafat, Anusapati yang
bergelar Amusanatha, naik tahta sebagai raja kedua Kerajaan Singasari.
Anusapati memerintah sampai tahun 1248. Tohjaya yang mengetahui bahwa
ayahnya dibunuh oleh Anusapati, merencanakan pembalasan dendam. Tohjaya
membunuh Anusapati juga dengan mengunakan keris Mpu Gandring.
Setelah Wafat, jenazahanusapati
diperabukan di Candi Kidal. Tohjaya kemudian mengantikan Anusapati
menjadi Raja di Kerajaan singasari pada tahun 1248. Ia tidak lama
memerintah karena terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang
Sinelir dan Rajasa yang digerakkan oleh Ranggawuni, anak Anusapati.
Ranggawuni dibantu oleh Mahisa Cempaka, anak Mahisa Wong Ateleng,
saudara tiri Anusapati dari ibu yang sama.
Pemberontakan Ranggawuni berhasil
menyerbu masuk ke istana dan melukai Tohjaya dengan tombak. Tohjaya
berhasil dilarikan oleh para pengawalnya ke luar Istana, tetapi akhirnya
meninggal di Katalang Lumbang. Dengan wafatnya Tohjoyo. Tahta kerajaan
Singasari kembali kosong.
Setelah tohjaya wafat, Ranggawuni naik
tahta pada tahun 1248 M dengan gelar Sri Jaya Wishnuwardhana. Mahisa
Cempaka yang telah membantunya merebut tahta, memperoleh anugrah
kedudukan sebagai Ratu Angabhaya, pejabat terpenting kedua di Kerajaan
Singgasari dengan gelar Narasinghamurti. Pada tahun 1254. Wishnuwardhana
menobatkan anaknya yang bernama Kertanegara sebagai Yuwaraja atau
Kumararaja (Raja Muda). Kertanegara mendampingi ayahnya memerintah
sampai tahun 1268. Ketika Wishnuwardhana meninggal di Mandaragiri, ia
dimuliakan di dua tempat yang berbeda. Di Candi Jago (Jajaghu) sebagai
Buddha Amoghapasha dan di Candi Weleri sebagai Siwa.
Setelah ayahnya wafat, Kertanegara
sebagai raja muda langsung dinobatkan sebagai Raja Singasari. Dalam
menjalankan pemerintahan, Kertanegara dibantu oleh tiga orang pejabat
bawahan, yaitu Rakryan i Hino, Rakryan i Sirikan dan Rakryan i Halu.
Dibawah ketiga Mahamantri, masih terdapat pula tiga orang pejabat
bawahan, yaitu Rakryan Apatih, Rakryan Demung, dan Rakryan Kanuruhan.
Untuk mengatur soal keagamaan, diangkat pejabat yang disebut
Dharmadhyaksa ri Kasogatan.
Raja Kertanegara adalah raja yang
terkenal dan terbesar dari kerajaan Singasari. Ia mempunyai semangat
Ekspansionis. Kertanegara bercita-cita memperluas Kerajaan Singasari
hingga keluar Pulau Jawa yang disebut dengan istilah Cakrawala Mandala.
Pada tahun 1275, ia mengirim pasukan ke Sumatra untuk menguasai Kerajaan
Melayu yang disebut sebagai ekspedisi Pamalayu. Dalam ekspedisi
tersebut, Kerajaan Melayu berhasil di taklukan tahun1260. Peristiwa ini
diabadikan pada alas patung Amoghapasha di Padangroco (Sungai Langsat)
yang berangka tahun 1286.
Raja Melayu saat itu, Tribhuwana atau
Raja Mulawarmandewa, beserta rayatnya menyambut hadiah itu dengan suka
cita. Hal ini menunjukkan bahwa Kerajaan Melayu secara resmi berada
dibawah kekuasaan Raja Kertanegara. Kertanegara juga membawa putrid
Melayu kembali ke Singasari untuk dinikahkan dengan salah seorang
bangsawan Singasari. Tujuh pengiriman arca dan penaklukan Kejaan Melayu
adalah untuk menghadang rencana perluasan kekuasaan Kaisar Kubilai Khan
dari Cina.
Diceritakan bahwa sudah beberapa kali
utusan dari Cina dating ke Kerajaan Melayu menurut pengakuan untuk
tunduk kepada Cina. Raja Kertanegara menolak mengirim upeti atau utusan
sebagai pernyataan tunduk kepada Cina. Raja Kertanegara menolak mengirim
upeti atau utusan sebagai pernyataan tunduk.
Pada tahun 1289, utusan Cina bernama Meng
K’i dikirim pulang ke Cina sehingga Kaisar Kubilai Khan marah dan
mengirim pasukan untuk menyerang Kerajaan Singasari. Sebagian besar
pasukan Kerajaan Singasari sedang dikirim ke Sumatra untuk menghadapi
serangan pasukan Cina. Sementara itu, Raja Jayakatwang di Kerajaan
Kediri yang menjadi bawahan Kerajaan Singasari melihat kesempatan yang
baik untuk merebut kekuasaan. Pada tahun 1292, Raja Jayakatwang dengan
pasukan Kerajaan Kediri menyerang Ibu kota Kerajaan Singasari.
Menurut cerita, pada saat serangan musuh
dating, Raja Kertanegara beserta para pejabat dan pendeta sedang
melakukan upacara Tantrayana sehingga dapat dengan mudah mereka semua
dibunuh oleh musuh. Kerajaan Singasari akhirnya berhasil direbut oleh
Jayakatwang, Raja Kediri.
* Kerajaan Bali
Informasi tentang raja-raja yang pernah
memerintah di Kerajaan Bali diperileh terutama dari prasasti Sanur yang
berasal dari 835 Saka atau 913. Prasasti Sanur dibuat oleh Raja Sri
Kesariwarmadewa. Sri Kesariwarmadewa adalah raja pertama di Bali dari
Dinasti Warmadewa. Setelah berhasil mengalahkan suku-suku pedalaman
Bali, ia memerintah Kerajaan Bali yang berpusat di Singhamandawa.
Pengganti Sri Keariwarmadewa adalah Ugrasena. Selama masa
pemerintahannya, Ugrasena membuat beberapa kebijakan, yaitu pembebasan
beberapa desa dari pajak sekitar tahun 837 Saka atau 915. Desa-desa
tersebut kemudian dijadikan sumber penghasilan kayu kerajaan dibawah
pengawasan hulu kayu (kepala kehutanan). Pada sekitar tahun 855 Saka
atau 933, dibangun juga tempat-tempat suci dan pesanggrahan bagi
peziarah dan perantau yang kemalaman.
Pengganti Ugrasena adalah Tabanendra
Warmadewa yang memerintah bersama permaisurinya, ia berhasil membagun
pemandian suci Tirta Empul di Manukraya atau Manukaya, dekat Tampak
Siring. Pengganti Tabanendra Warmadewa adalah raja Jayasingha Warmadewa.
Kemudian Jayasadhu Earmadewa. Masa pemerintahan kedua raja ini tidak
diketahu secara pasti. Pemerintahan kerajaan Bali selanjutnya dipimpin
oleh seorang ratu. Ratu ini bergelar Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi.
Ia memerintah pada tahun 905 Saka atau 938. Beberapa ahli memperkirakan
ratu ini adalah putrid Mpu Sindok dari kerajaan Mataram Kuno.
Pengganti ratu ini adalah Dharma Udayana
Warmadewa. Pada masa pemerintahan Udayana, hubungan Kerajaan Bali dan
Mataram Kuno berjalan sangat baik. Hal ini disebabkan oleh adanya
pernikahan antara Udayana dengan Gunapriya Dharmapatni, cicit Mpu Sendok
yang kemudian dikenal sebagai Mahendradata. Pada masa itu banyak
dihasilkan prasasti-prasasti yang menggunakan huruf Nagari dan Kawi
serta bahasa Bali Kuno dan Sangsekerta.
Setelah Udayana wafat, Marakatapangkaja
naik tahta sebagai raja Kerajaan Bali. Putra kedua Udayana ini menjadi
raja Bali berikutnya karena putra mahkota Airlangga menjadi raja Medang
Kemulan. Airlangga menikah dengan putrid Darmawngasa dari kerajaan
Medang Kemulan. Dari prasasti-prasasti yang ditemukan terlihat bahwa
Marakatapangkaja sangat menaruh perhatian pada kesejahteraan rakyatnya.
Wilayah kekuasaannya meliputi daerah yang luas termasak Gianjar,
Buleleng. Tampaksiring dan Bwahan (Danau Batur). Ia juga mengusahakn
pembangunan candi di Gunung Kawi.
Pengganti raja Marakatapangkaja adalah
adiknya sendiri yang bernama Anak Wungsu. Ia mengeluarkan 28 buah
prasasti yang menunjukkan kegiatan pemerintahannya. Anak Wungsu adalah
raja dari Wangsa Warmadewa terakhir yang berkuasa di kerajaan Bali
karena ia tidak mempunyai keturunan. Ia meninggal pada tahun 1080 dan
dimakamkan di Gunung Kawi (Tampak Siring).
Setelah anak Wungsu, kerajaan Bali
dipimpin oleh Sri Sakalendukirana. Raja ini digantikan Sri Suradhipa
yang memerintah dari tahun1037 Saka hingga 1041 Saka. Raja Suradhipa
kemudian digantikanJayasakti. Setelah Raja Jayasakti, yang memerintah
adalah Ragajaya selitar tahun 1155. Ia digantikan oleh Raja Jayapangus
(1177-1181). Raja terakhir Bali adalah Paduka Batara Sri Artasura yang
bergelar Ratna Bumi banten (Manikan Pulau Bali). Raja ini berusaha
mempertahahankan kemerdekaan Bali dari seranggan Majapahit yang di
pimpin oleh Gajah Mada. Sayangnya upaya ini mengalami kegagalan. Pada
tahun 1265 Saka tau 1343, Bali dikuasai Majapahit. Pusat kekuasaan
mula-mula di Samprang, kemudian dipindah ke Gelgel dan Klungkung.
* Kerajaan Pajajaran
Pusat Kerajaan Pajajaran awalnya terletak
di daerah Galuh, jawa Barat. Raja pertama Kerajaan Pajajaran bernama
Sena. Namun, tahta Kerajaan Pajajaran kemudian direbut oleh saudara Raja
Sena yang bernama Purbasora. Raja Sena dan keluarganya terpaksa
meninggalkan keratin. Tidak lama kemudian, Raja Sena berhasil merebut
kembali tahta Kerajaan Pajajaran.
Raja Pajajaran selanjutnya adalah
Jayabhupati. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Pajajaran mengembangkan
ajaran Hindu Waisnawa. Setelah Jayabhupati, Kerajaan diperintah oleh
Rahyang Niskala Wastu Kencana. Pada masa pemerintahannya, pusat kerajaan
dipindahkan ke Kawali. Raha Wastu kemudian digantikan oleh Hayam Wuruk.
Peristiwa ini terjadi pada tahun 1357 dan disebut dalam kitab Pararaton
sebagai Perang Bubat.
Ketika perang Bubat terjadi, Sri Baduga
Maharaja bersama seluruh pengiringnya tewas. Kerajaan Pajajaran diambil
alih oleh Hyang Bunisora (1357-1371), pengasuh putra mahkota Wastu
Kencana yang masih kecil. Hyang Bunisora berkuasa selama 14 tahun. Pada
Prasasti Batu Tulis, raja ini disebut juga Prabu Guru Dewataprani.
Kerajaan Pajajaran selanjutnya diperintah
secara berurutan oleh Wastu Kencana. Tohaan, lalu Sang Ratu Jayadewata.
Pada masa pemerintahan Sang Ratu Jayadewata, diperkirakan bahwa di
Kerajaan Pajajaran telah terdapat penduduk yang beragama islam. Hal ini
tergambar dari tulisan seorang ahli sejarah Portugis yang bernama Tome
Pires (1513) yang mengatakan bahwa di wilayah timur kerajaan ini
terdapat banyak penganut Islam. Tampaknya pengaruh Islam belum masuk ke
pusat kerajaan. Namun, pengaruh Islam dari Kerajaan Demak di Jawa Tegah
mulai mengancam Kerajaan Pajajaran.
Oleh karena itu Jayadewata bermaksud
meminta bantuan Portugis di Malaka untuk menghadapi kerajaan Demak.
Usaha itu terlambat karena pada tahun1527, pasukan yang dipimpin oleh
Falatehan dari Demak berhasil menguasai pelabuhan Sunda Kelapa,
pelabuhan terbesar Kerajaan Pajajaran. Ketika itu, yang berkuasa di
Pajajaran adalah Ratu Samiam, putra Jayadewata.
Setelah pelabuhan Sunda Kelapa direbut
oleh Kerajaan Demak, Kerajaan Pajajaran harus menghadapi serangan
Kerajaan Banten dari arah barat. Pengganti Samiam, yaitu Prabu Ratu
Dewata, berusaha mempertahankan ibu kota Pajajaran dari pasukan Maulana
Hasanuddin dan putranya, Maulana Yusuf. Pada tahun1579, Kerajaan
Pajajaran akhirnya runtuh setelah Kerajaan Banten yang bercorak Islam
berhasil menguasai Ibu kota kerajaan. Orang-orang Hindu Pajajaran yang
tidak mau tunduk pada penguasa Islam akhirnya melarikan diri kedaerah
pedalaman dan kemudian hidup sebagai suku Badui.
* kerajaan Majapahit
Kerajaan bercorak Hindu yang terakhir dan
terbesar di pulau Jawa adalah Majapahit. Nama kerajaan ini berasal dari
buah maja yang pahit rasanya. Ketika orang-orang Madura bernama Raden
Wijaya membuka hutan di Desa Tarik, mereka menenukan sebuah pohon maja
yang berubah pahit. Padahal rasa buah itu biasanya manis. Oleh karena
itu mereka menamakna permukiman mereka itu sebagai Majapahit. Daerah ini
merupakan daerah yang diberikan Raja Jayakateang dari Kerajaan Kediri
kepada Raden Wijaya. Raja Wijaya adalah menantu Raja Kertanegara dari
kerajaan Singasari. Pada saat Kerajaan Singasari diserbu dan dikalahkan
oleh Jayakatwang, Raden Wijaya berhasil melarikan diri. Ia mencari
perlindungan kepada Bupati Madura yang bernama Arya Wiraraja. Dengan
bantuan orang-orang Madura, ia membangun pemuliman di Desa Tarik yang
kemudian diberi nama Majapahit tersebut.
Pada tahun 1292, armada Cina yang terdiri
dari 1.000 buah kapal dengan 20.000 orang prajurit tiba di Tuban, Jawa
Timur. Tujuan mereka adalah menghukum Raja Kertanegara yang menyatakan
tidak mau tunduk kepada Kaisar Kubilai Khan dari Cina. Mereka tidak
mengetahui bahwa Raja Kertanegara dari Singasari itu telah meninggal
dikalahkan oleh Raja Jayakatwang dari Kediri.
Melihat peluang ini, Raden Wijaya
mengambil kesempatan untuk merebut kembali Kerajaan Singasari. Ia
menggabungkan diri dengan pasukan cina dan menyerang Raja Jayakatwang di
Kediri. Kerajaan Kediri tidak mampu menghadapi serangan itu. Raja
Jayakatwang berhasil dikalahkan. Kemenangan itu membuat pasukan Cina
bergembira dan berpesta pora. Mereka tidak menyaka kalau kesempatan itu
dipakai oleh Raden Wijaya untuk balik menyerang mereka. Pasukan Raden
Wijaya berhasil mengusir armada Cina kembali ketanah airnya. Sejak saat
itu Kerajaan Majapahit dianggap sudah berdiri.
Raden Wijaya naik tahta sebagai Raja
Majapahit pada tahun 1293 dengan gelar Sri Kertarajasa Jayawardhana.
Pada tahun 1295., berturut-turut pecah pembrontakan yang dipimpin oleh
Rangga lawe dan disusul oleh Saro serta Nambi. Pembrontakan-pembrontakan
itu bisa dipadamkan. Raden Wijaya wafat pada tahun 1309 dan mendapat
penghormatan di dua tempat, yaitu Candi Simping (Sumberjati) dan Candi
Artahpura.
Setelah Raden Wijaya wafat, putera
permaisuri Tribuwaneswari yang bernama Jayanegara menggantikannya
sebagai Raja Majapahit. Pada awal pemerintahannya Jayanegara harus
menghadapi sisa pemberontakan yang meletus dimasa ayahnya masih hidup.
Selain pembrontakan Kuti dan Sumi, Raja Jayanegara diselamatkan oleh
pasukan pengawal (Bhayangkari) yang dipimpin oleh Gajah Mada ia kemudian
diungsikan ke Desa Bedager.
Raja Jayanegara wafat tahun1328 karena
dibunuh oleh salah seorang anggota dharmaoutra yang bernama Tanca. Oleh
karena ia tidak mempunyai putra ia kemudian digantikan oleh adik
perempuannya Bhre Kahuripan yang bergelar Tribuanatunggadewi
Jayawishnuwardhani. Suaminya bernama Cakradhara yang berkuasa di
Singasari dengan gelar Kertawerdhana.
Dari kitab Negarakertagama, digambarkan
adanya beberapa pemberontakan di masa pemerintahan Ratu
Tribuanatunggadewi. Pembrontakan yang paling berbahaya adalah
pemberontakan di Sadeng dan Keta pada tahun 1331. Namun pemberontakan
itu pemberontakan itu dapat dipadamkan oleh Gajah Mada. Setelah itu
Gajah Mada bersumpah di hadapan Raja dan para pembesar kerajaan bahwa ia
tidak akan amukti palapa (memakan buah palapa), sebelum ia dapat
menundukan Nusantara.
Pada tahun 1334, lahirlah putra mahkota
Kerajaan Majapahit yang diberi nama Hayam Wuruk. Pada tahun 1350, Ratu
Tribuanatunggadewi mengundurkan diri setelah berkuasa 22 tahun. Ia wafat
pada tahun 1372. Pada tahun 1350, Hayam Muruk dinobatkan sebagai raja
Majapahit dan bergelar Sri Rajasanagara. Gajah Mada diangkat sebagai
Patih Hamangkubumi. Dibawah pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah Mada,
Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Kerajaan Majapahit
menguasai wilayah yang sangat luas. Hampir seluruh wilayah Nusantara
tunduk pada Majapahit.
Gajah Mada meninggal tahun 1364.
Meninggalnya Gajah Mada menjadi titik tolak kemunduran Majapahit.
Setelah Gajah Mada tidak ada negarawan yang kuat dan bijaksana. Keadaan
semakin memburuk setelah Hayam Wuruk juga meninggal pada tahun 1389.
Hayam Wuruk tidak memiliki putra mahkota. Tahta kerajaan Majapahit
diberikan pada menantunya yang bernama Wikramawardhana (suami dari putri
mahkota Kusumawardhani). Hayam Wuruk sebenarnya memiliki putra yang
bernama Bhre Wirabhumi. Namun, dia bukan anak dari permaisuri sehingga
tidak berhak mewarisi tahta Kerajaan Majapahit.
Meskipun demikian, Wirabhumi tetap diberi
kekuasaan di wilayah kekuasaan di wilayah Kerajaan sebelah Timur, yaitu
Blambangan. Dengan cara tersebut, kemungkinan perpecahan antara Bhre
Wirabhumi dan Wikramawardhana berhasil diredam. Masalah kembali timbul
ketika tahta Kerajaan Majapahit kembali kosong setelah Kusumawardhani
meninggal dunia pada tahun 1400. Wikramawardhana berniat untuk menjadi
pendeta dan menunjuk putrinya, Suhita, menjadi ratu Kerajaan Majapahit.
Pada tahun 1401, pecah perang antara
keluarga Wikramawardhana dan Wirabhumi yang dikenal sebagai Perang
Paregreg. Perang Paregreg baru berakhir pada tahun 1406 dengan
terbunuhnya Bhre Wirabhumi. Parang saudara ini semakin melemahkan
Kerajaan Majapahit. Satu demi satu daerah kekuasaannya melepaskan diri.
Tidak ada lagi raja yang kuat dan mampu memerintah kerajaan yang
demikian luas. Menurut catatan. Kerajaan Majapahit runtuh sekitar tahun
1500-an yang didasarkan pada tahun bersimbol Sirna Ilang Kertaning
Bhumi.PERKEMBANGAN KERAJAAN HINDU BUDDHA DI INDONESIA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar